Sampah Dijadikan Mata Pencaharian Orang Tuaku

Sampah Dijadikan Mata Pencaharian Orang Tuaku

Bantar Gebang merupakan tempat pembuangan sampah dari Bekasi dan Jakarta yang terletak di daerah Bekasi Barat. Di sana juga dijadikan tempat pemukiman penduduk yang menjadi pemungut sampah.

Sejauh mata memandang yang tampak hanya gunungan sampah. Bahkan untuk masuk ke tempat tinggalnya, penduduk harus menapaki jalan yang beralaskan sampah. Banyaknya sampah di sana mengeluarkan bau yang tidak sedap untuk dihirup. Udaranya juga terasa panas karena sangat jarang terdapat pepohonan yang tumbuh. Di sana banyak truk untuk mengangkut sampah dan alat berat untuk merapikannya.

Sebenarnya daerah Bantar Gebang tidak layak untuk dijadikan pemukiman penduduk karena sangat jauh dari syarat kebersihan. Mereka hanya mengunakan triplek dan barang bekas untuk membangun tempat tinggalnya.

Pemukimannya berupa petak-petak yang dihuni oleh 8 keluarga. Di tempat tinggal mereka terdapat kolam yang berisi sampah plastik. Banyaknya sampah tentu saja dapat mempengaruhi kesehatan mereka karena disekitar sampah tersebut banyak beterbangan lalat yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Mereka juga tidak memiliki air bersih bahkan untuk minum, airnya terasa asin. Tapi mereka sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu. Meskipun di sana juga sering terjadi longsor dan sudah memakan korban.

Penduduk di daerah tersebut bisa memanfaatkan sampah untuk mendapatkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan mereka yang semakin kompleks. Mereka berangkat bersama untuk memungut sampah dari pukul 6 pagi sampai pukul 3 sore. Sampah yang didapatkan mereka kumpulkan dahulu di daerah sekitar tempat tinggal mereka. Setiap 2 minggu sekali mereka menimbang sampah tersebut lalu menyerahkan kepada atasannya. Penghasilannya berkisar 800 ribu – 900 ribu. Hasil yang didapatkan tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari karena harga kebutuhan pokok sermakin mahal.

Anak-anak pemulung juga ikut membantu memungut sampah. Salah satunya adalah Samarudin. Bocah berumur 11 tahun itu bertubuh mungil dan dibalut oleh pakaian kumal. Tanpa menggunakan alas kaki ia merasa nyaman berjalan di atas tumpukan sampah yang basah. Anak itu tersipu malu ketika ditanya sambil menggigiti kukunya. Ia hanya bisa sekolah hingga kelas 4 SD karena uang yang didapatkan orang tuanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Samarudin dan keluarganya berasal dari daerah Karawang. Alasan mereka pindah ke Bantar Gebang karena dikampung ayahnya tidak mempunyai pekerjaan. Mereka lebih memilih untuk tinggal di sana karena dari sampah saja bisa dijadikan sebagai mata pencaharian. Dalam sehari Samarudin hanya bisa makan 2 kali dalam sehari. Ia dan keluarganya sudah sangat bersyukur walaupun makanannya sangat jauh dari standar kecukupan gizi.

Samarudin memiliki seorang kakak perempuan dan seorang adik laki-laki. Kakaknya sudah menikah dan tinggal di Karawang. Sehari-harinya Samarudin biasa mengisi waktu luang dengan bersepeda bersama teman-teman sebayanya di sekitar pemukiman pemulung. Di tengah panasnya udara dan bau sampah, ia masih dapat bermain dengan ceria dan merasa tidak ada beban yang ditanggungnya.

Samarudin seorang bocah dari TPA Bantar Gebang, dalam lubuk hatinya pasti memiliki cita-cita. Ia pasti ingin memperbaiki kehidupannya tapi apalah daya, jangankan memiliki cita-cita yang setinggi langit untuk melanjutkan sekolah saja ia tidak mampu. Tapi ia sudah merasa bersyukur karena sudah diizinkan untuk merasakan bangku sekolah dan bermain dengan teman-temannya. Duka yang dirasakan oleh Samarudin tidak sebanding dengan apa yang sudah dirasakan oleh orang tuanya.

Anak-anak di sana harus ikut bersusah payah membantu memungut sampah di saat anak-anak seumurannya sekolah dan bermain dengan ceria. Samarudin sangat terlihat tegar walaupun sebenarnya ia ingin bersekolah lagi seperti dulu. Tapi ia hanya dapat memendam keinginannya tersebut. Orang tua Samarudin juga sangat ingin anaknya kembali melanjutkan sekolah tapi mereka tidak dapat lagi membiayainya. Padahal mereka sangat berharap Samarudin dapat menempuh pendidikan yang tinggi agar dapat mengejar cita-citanya, tidak seperti mereka yang hanya memungut sampah untuk mempertahankan hidupnya.

Pemerintah masih kurang memperhatikan daerah Bantar Gebang. Meskipun sudah memakan banyak korban, didaerah tersebut tidak ada tindak lanjut dari mereka. Pemerintah juga kurang peduli terhadap nasib anak kecil yang ada di sana. Anak-anak di bawah umur sudah harus bekerja untuk membantu orang tuanya. Padahal anak-anak seperti Samarudin merupakan penerus bangsa. Jika pemerintah masih kurang peduli dengan nasib penerus bangsa maka ketika mereka beranjak dewasa sangat mempengaruhi mental bangsa di masa mendatang.