Sabtu, 04 April 2009

Kode Etik Media

Kode Etik Media


Media massa bekerja dengan berpedoman pada sejumlah aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Operasi media massa di Indonesia dilandasi dua UU yang berkaitan dengan media yakni UU No. 40/1999 tentang pers dan UU No. 32/2002 tentang penyiaran. Berdasarkan UU No. 32/2002, maka kini siaran berita tidak hanya diproduksi oleh stasiun radio dan televisi milik negara melainkan juga oleh stasiun radio dan televisi swasta.

Berdasarkan UU No. 32/2002 itu pulalah dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang antara lain merumuskan pedoman perilaku penyiaran di Indonesia. Pada tahun 2004 KPI menerbitkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang menjadi acuan dunia siaran di Indonesia.

Pada pasal 27 pedoman tersebut dinyatakan :

  1. Lembaga penyiaran tidak boleh menjual jam tayang pada pihak manapun, kecuali iklan
  2. Lembaga penyiaran diperbolehkan menyiarkan program yang merupakan hasil kerjasama produksi dengan pihak lain atau disponsori pihak lain selama isi program dikendalikan lembaga penyiaran yang bersangkutan
  3. Dalam program berita, lembaga penyiaran dilarang memuat berita yang disajikan atas dasar imbalan tertentu (uang, jasa dan sebagainya)
  4. Dalam setiap program yang merupakan kerjasama produksi atau disponsori, lembaga penyiaran harus :
    • Memberitahukan kepada khalayak bahwa program tersebut merupakan kerjasama produksi atau disponsori. Pemberitahuan tersebut ditempatkan dalam cara yang memungkinkan khalayak dapat dengan mudah mengidentifikasi bahwa program tersebut didanai atau turut didanai oleh pihak tertentu;
    • Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program kerjasama produksi atau disponsori oleh perusahaan yang memproduksi produk yang dilarang untuk diiklankan, misalnya minuman keras atau zat adiktif.

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran perlu diketahui para praktisi PR sebagai salah satu stakeholder dunia penyiaran Indonesia. Para praktisi PR pun perlu mengetahui dan memahami dengan baik Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Ada prinsip universal yang dimiliki kode etik wartawan, prinsip itu mencakup :

  1. melaporkan kebenaran dan tidak bohong
  2. memeriksa akurasi berita sebelum dicetak atau disiarkan
  3. mengoreksi kesalahan yang diperbuat
  4. tidak boleh membeda-bedakan orang
  5. memperoleh informasi dengan jujur
  6. tidak boleh menerima suap atau pemberian lain yang dimaksudkan untuk memengaruhi liputannya
  7. tidak membiarkan kepentingan pribadinya mengganggu pekerjaan kewartawanan

KEWI mengandung 7 pasal yang pada dasarnya sama dengan prinsip universal di atas. Dalam pasal tersebut ada beberapa hal yang perlu dipahami praktisi PR yakni yang berkenaan dengan embargo, off the record dan hak jawab. Dalam praktik PR kerap dilakukan embargo yakni memberikan informasi untuk disiarkan kemudian. Sedangkan off the record adalah informasi yang disampaikan hanya untuk pengetahuan wartawan dan tidak boleh disebarluaskan.

Sedangkan hak jawab yang biasanya bergandengan dengan hak koreksi merupakan hak sumber berita atau pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan untuk memperbaiki pemberitaan atau memberikan jawaban, yang dimuat pada tempat yang sama. Media, berdasarkan koreksi itu kemudian bisa saja meralat atau mencabut pemberitaan yang dianggap tidak benar atau merugikan kepentingan umum atau kelompok tertentu.

Media massa bukan hanya diatur oleh UU, pedoman perilaku seperti pedoman penyiaran dan kode etik. Ada juga kode etik internal yang hanya berlaku pada satu organisasi media. Di Indonesia, kode etik internal yang paling umum adalah ”memiliki identitas kewartawanan dan tidak boleh menerima imbalan apapun dari sumber berita.” Salah satu kode etik yang terkenal adalah kode etik internal yang disusun oleh BBC. Kode etik tersebut berkenaan dengan prinsip akurasi, objektivitas, keadilan, keseimbangan dan tidak memihak.

Dengan demikian, media massa tidak bekerja tanpa rambu-rambu. Pada ruang yang lebih besar diatur melalui undang-undang dan pedoman perilaku. Pada lingkup profesi diatur oleh kode etik profesinya dan pada lingkup organisasi media ada kode etik internal media yang bersangkutan, yang bisa sama dengan kode etik profesi tapi bisa juga lebih terperinci. Selain itu, ada pengaturan pada individu pekerja media yang menjadi sumber integritas dirinya sebagai manusia, mengingat pada dasarnya semua manusia ingin dirinya menjadi mahkluk sosial yang dihargai oleh lingkungan sekelilingnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar